Oleh: Harmada Sibuea. Salah satu
bukti pemerintahan yang anti korupsi adalah menindak tegas aparaturnya
yang melakukan perbuatan haram tersebut. Namun di negeri ini, slogan
anti korupsi itu cuma manis di bibir. Faktanya selalu berbicara lain.
Alih-alih memberi tindakan tegas terhadap aparaturnya yang melakukan
tindak pidana korupsi, pemerintah malah memberikan berbagai macam
"bonus" bagi mereka yang "berjasa" menghabiskan uang negara. Selain
hukuman yang terbilang ringan, ditambah berbagai macam remisi, kali ini
pemerintah lebih bermurah hati lagi dengan memberikan jabatan strategis
bagi mantan terpidana korupsi.
Adalah Pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau yang memulai langkah pemberian promosi jabatan kepada
mantan terpidana korupsi tersebut. Tak tanggung-tanggung, Gubernur Kepri
bahkan memberikan jabatan strategis kepada Azirwan, bekas terpidana
korupsi, yakni sebagai Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri.
Sebagaimana diketahui, Azirwan divonis hukuman 2 tahun 6 bulan penjara
dan membayar denda Rp 100 juta atau subsider tiga bulan penjara karena
terbukti menyuap anggota Komisi IV DPR terkait pembahasan alih fungsi
hutan lindung di Pulau Bintan pada 2008 lalu. Azirwan kemudian bebas
pada tahun 2010.Bukannya mendapat sanksi tegas berupa pemecatan atau pemberhentian, mantan Sekda Bintan itu malah mendapat promosi jabatan menjadi orang nomor satu di Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri. Alasannya pun standar yakni soal kemampuan dan tidak melanggar undang-undang. Gubernur Kepri HM Sani berkilah bahwa Azirwan memiliki kemampuan dalam mengatur dan mengelola Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri. Disamping itu, Permprov Kepri juga berdalih bahwa tidak ada peraturan yang dilanggar terkait pengangkatan Azirwan sebagai Kepala DKP tersebut.
Maka pertanyaan mendasar yang perlu disampaikan untuk menanggapi alasan pak gubernur ini adalah apakah Pemprov Kepri sudah tak memiliki aparatur yang bersih, dipercaya masyarakat dan terutama secakap Azirwan sehingga harus mempromosikan orang yang sudah kehilangan kredibilitas di mata masyarakat itu menjadi Kepala Dinas? Jika iya, maka ini menjadi tragedi terbesar dalam institusi pemerintahan kita.
Lebih dari Sekedar Peraturan
Celakanya lagi, tindakan Gubernur Kepri yang melabrak etika dan kepatutan tersebut malah mendapat dukungan dari pemerintah pusat. Pihak Kemendagri dan Kemenpan mengatakan bahwa pengangkatan Azirwan tersebut tidak dapat dibatalkan atau diintervensi karena merupakan kewenangan mutlak daerah. Dalihnya masih tetap sama, tidak ada peraturan yang dilanggar. Memang jika mengacu pada UU No 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian maka seorang pegawai negeri sipil (PNS) hanya akan diberhentikan jika ancaman hukumannya di atas empat tahun penjara.
Namun harus dipahami bahwa mengelola Negara tentu tidak hanya mengedepankan pendekatan aturan semata. Masih ada norma, etika dan azas kepatutan yang tidak boleh ditabrak begitu saja dengan dalih tidak melanggar aturan. Sudah sewajibnya Negara ini dipimpin oleh orang-orang yang bersih, kapabel dan tidak cacat di mata hukum dan terutama masyarakat. Bagaimana menciptakan pemerintahan yang kuat dan berwibawa jika orang-orang yang di dalamnya tidak mendapat kepercayaan masyarakat? Belum lagi, pemberian promosi jabatan kepada mantan terpidana ini akan menciderai semangat kerja di internal pemerintahan. Mereka yang bersih akan terciderai karena komitmen untuk menjaga kebersihan ternyata tidak bermanfaat apa-apa, bagi instansi dan terutama bagi mereka sendiri.
Bila pun menggunakan pendekatan regulasi, masih ada PP No 100 Tahun yang salah satu pasalnya mengatur dimana seorang PNS bisa dipromosikan bila menunjukkan prestasi kerja yang baik dalam dua tahun terakhir. Tentu saja mantan Sekda Bintan itu tidak sedang berprestasi baik dalam dua tahun belakangan ini. Bila dirunut dalam empat tahun ke belakang, terpidana kasus alih fungsi lahan tersebut malah terbilang punya prestasi yang sangat buruk.
Terlepas dari dalih aturan atau regulasi, wajar banyak kalangan mulai mempertanyakan ada apa dibalik pengangkatan mantan terpidana korupsi ini menjadi Kadis DKP. Kenapa Pemprov Kepri begitu ngotot mempertahankan Azirwan sebagai Kepala DKP? Sebelum berbagai tudingan/stigma negatif dialamatkan publik, sudah seharusnya Pemprov Kepri meninjau kembali pengangkatan pejabat yang melabrak akal sehat tersebut. Pemerintah Pusat pun seharusnya tak boleh tinggal diam dan terkesan lepas tangan dengan mengatasnamakan tidak melanggar peraturan dan dalam rangka otonomi daerah. ***
Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial dan Kebijakan. Tinggal di Jogjakarta