Dikisahkan, seorang wanita
cantik baru saja menikah dengan seorang pria yang sangat dicintainya. Setelah
menikah, wanita yang tinggal serumah dengan ibu mertuanya. Ternyata, banyak
ketidakcocokan di antara keduanya. Sang mertua selalu tidak berkenan dengan apa
saja yang dilakukan menantunya. Kritikan-kritikan tajam dan omelan selalu
muncul dari sang ibu mertua. Adu mulut pun terjadi hampir setiap hari.
Parahnya, sang suami tidak mampu berbuat apa-apa atas sikap ibunya tersebut.
Sang menantu tak tahan lagi.
Hatinya sakit sekali dan dipenuhi dengan rasa benci yang mendalam. Ia pun
memutuskan untuk balas dendam.
Lalu pergilah ia menemui teman baik ayahnya,
seorang penjual obat. Sambil menangis, diceritakanlah semua kisah sedih dan
sakit hati yang dideritanya selama ini. “Jadi, tolong Paman, beri saya bubuk
racun yang ampuh untuk membalaskan dendam saya,” pinta wanita itu. Setelah
berpikir sejenak, paman penjual obat itu tersenyum bijak sambil
menganguk-angguk. “Paman akan berikan bubuk beracun, tetapi engkau harus
sanggup memenuhi persyaratan yang paman minta,” kata si paman. Wanita itu
menganguk setuju.
Si paman kemudian memberikan
sekantong bubuk ramuan. “Nak, untuk menyingkirkan mertuamu, jangan gunakan
racun yang bereaksi cepat. Sebab, nanti orang-orang akan mencurigai kematiannya
yang mendadak,” jelasnya. “Karena itu, paman memberimu ramuan yang reaksinya
lambat tapi pasti. Campurkan sedikit ramuan ini kedalam masakan kesukaan ibu
mertuamu. Dan ingat, masakan itu harus engkau sendiri yang memasaknya,” lanjut
si paman penjual obat.
Sebelum wanita itu pulang,
masih pula ditambahkan sejumlah pesan, “Supaya orang tidak mencurigaimu jika
mertuamu nanti meninggal, maka kamu harus selalu melayani dengan bersikap baik,
menghormati, dan tidak berdebat dengannya. Perlakukan mertuamu layaknya ibumu
sendiri.”
Dengan perasaan lega dan
senang, wanita itu menuruti semua petunjuk si penjual obat. Setiap hari, sang
ibu mertua dimanjakannya dengan masakan-masakan yang enak dan dilayaninya
dengan sangat baik serta penuh perhatian. Tak terasa empat bulan berlalu dan
perubahan besar pun terjadi. Melihat ketekunan, perlakuan dan perhatian sang
menantu, hati ibu mertua pun tersentuh. Keadaan berbalik, ia mulai menyayangi
menantunya, bahkan memperlakukannnya seperti anaknya sendiri. Makin hari makin
besar rasa syangnya kepada si menantu. Di hadapan teman-temannya, ibu mertuanya
menyatakan rasa syukur yang mendalam karena memiliki menantu yang sangat baik
hati dan penyanyang.
Demi melihat perubahan
tersebut, si menantu buru-buru menemui paman penjual obat. “Tolong Paman, beri
saya obat penawar racun. Setelah saya patuhi nasihat Paman, ibu mertua saya
berubah menjadi sangat baik dan sangat menyayangi saya. Saya pun juga mulai
menyayanginya. Saya tidak ingin dia mati oleh racun yang telah saya berikan,”
pinta wanita itu.
Paman penjual obat tersenyum.
“Anakku, jangan khawatir. Ramuan yang kuberikan dulu sebenarnya bukanlah racun,
tetapi sejenis ramuan untuk meningkatkan kesehatan,” kata sang Paman. Wanita
itu hanya bisa melongo. “Jadi. Racun yang sesungguhnya itu ada di dalam pikiran
dan sikapmu sendiriterhadap ibu mertuamu. Dan sekarang, semua racun itu telah
punah oleh kasih dan perhatian yang telah kamu berikan padanya.”
Cerita diatas
mengajarkan kepada kita betapa luar biasanya kekuataan cinta atau kekuataan
kasih dan atau kekuataan perhatian. Kasih dan perhatian mendatangkan
kepedulian, ketulusan, dan kerelaaan untuk berkorban demi kebaikan. Kasih dan
perhatian mampu melepaskan kita dari belenggu kesalahpahaman, meluluhkan
ketidakpedulian, hati yang keras, dan pemahaman pikiran yang penuh kebencian.
Kasih dan perhatian itu mendatangkan kedamaian dan merekatkan perbedaaan
menjadi suatu kedekatan yang menyenangkan. Jika setiap hari kita mau memberikan
kasih dan perhatian kepada orang disekeliling kita, hidup pasti bahagia dan
lebih bermakna.
“Kasih dan perhatian adalah
kekuataan!Jika setiap hari kita mau memberikan kasih dan perhatian kepada
orang-orang disekeliling kita, hidup akan terasa bahagia dan lebih bermakna.”